Senin, 11 Januari 2016

TRANSFER PRICING DAN PERENCANAAN PAJAK


Disusu Oleh:
DWI NINDA PUSPITASARI
B200120398 (kelas B)


  A.    Latar Belakang
Tranfer Pricing menjadi isu global antarotoritas pajak di dunia. Dalam Forum Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) transfer pricing menjadi topik bersama. Transfer pricing dalam konotasi negatif diartikan sebagai pengalihan penghasilan dari perusahaan di negara berpajak tinggi ke perusahaan lain (masih satu grup) di negara berpajak rendah. Tujuannya, untuk mengurangi total beban pajak perusahaan (OECD, 1979)
Bidang yang menangani perpajakan dalam (OECD) dilakukan oleh Committee on Fiscal Affairs (CFA). Terkait dengan transfer pricing CFA melalui sub groupnya yaitu working party No.6 menerbitkan OECD transfer pricing guidelines (Darussalam, 2008). OECD Transfer Pricing Guidelines berguna sebagai panduan bagi perusahaan multinasional dan otoritas pajak dalam masalah transfer pricing.
Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan pemotongan pajak perusahaan sampai 17,5 persen dari 25 persen untuk menarik lebih banyak investasi dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah ini, menurut pejabat Kementerian Keuangan. Pemotongan pajak korporat yang sedang dipertimbangkan akan membuatnya mendekati tingkat di Singapura, yaitu 17 persen. Pemotongan pajak yang diusulkan, yang akan berlaku untuk semua perusahaan, dapat mengganggu pengumpulan pajak dalam jangka pendek, namun dalam jangka tidak terlalu panjang, berharap dapat menikmati hasilnya karena memerlukan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba memaparkan issu mengenai transfer pricing dan perencanaan pajak ditinjau dari sudut akuntansi maupun perpajakan serta problematika praktik penghindaran pajak maupun kecurangan-kecurangan yang marak terjadi akibat praktik transfer pricing yang tidak wajar.

  B.     Landasan Teori

Definisi Transfer Pricing
Suandy, 2006 Pengertian Transfer pricing adalah Transfer pricing dilakukan berdasarkan harga pasar yang tidak memiliki implikasi perpajakan, apabila tidak menggunakan harga pasar maka umumnya akan terjadi pemindahan penghasilan. Dengan adanya pemindahan penghasilan tersebut maka pajak yang dibayar secara keselurahan akan lebih rendah. Sehingga, total laba pajak secara keseluruhan akan lebih besar dibanding kalau perusahaan tidak menggunakan transfer pricing.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentukan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat menyimpang dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam keadaan bebas untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya (OECD,1979).

Metode Transfer Pricing
Prinsip dasar dalam penetapan harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
Jika ditinjau dari segi ekonomi dan manajemen, konsep dasar harga transfer adalah :
a)      Dari segi ekonomi
Hirshleifer dalam Cox, Howe, dan Boyd,  transfer price should be themarginal cost of the selling division in order to maximaze the firm’s profitas a whole (Cox et al. 1997:20-29)17). Jadi prisip dasar dari transfer harga adalah memaksimalkan laba perusahaan. Sehingga, perusahaan harus secara berkala menjual produk sampai dengan titik dimana tambahan biaya karena adanya tambahan unit yang diproduksi dan dijual—disebut marginal cost—lebih lebih rendah dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan unit tersebut (marginal revenue). Dalam hal penentuan hara untuk perusahaan yang terintegrasi, harga harusditentukan berdasarkan marginal cost produsen.
b)      Dari Segi Manajemen
Robert dan Govindarajan (1998), mendefinisikan bahwa the term of transfer pricing is a value placed on a transfer of goods andservices between in transaction in which at least one of the two parties involved is a profit center. Sehingga, transfer pricing lebih ditujukan untuk mengukur kinerja divisi, laba perusahaan secara keseluruhan, dan otonomi divisi dan menilai motivasi dan performance setiap divisi/unit bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Dalam penentuan tersebut, perusahaan-perusahaan divisionalisasi/departementasi menggunakan beberapa metode, diantaranya :
a.       Harga Transfer atas Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas dasar biaya variable dan tetap yang bisa dalam 3 pemeliharaan bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambahkan mark-up (full cost plus mark-up), dan gabungan antara biaya variable dan tetap (variable cost plus fixed fee).
b.      Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Apabila ada suatu pasar sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah yang merupakan ukuran paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun, keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam menggunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
c.       Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Pricing)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divis-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasi mencerminkan perspektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
                                                                         
Tujuan Penetapan Transfer Pricing
Simamora (1999), tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
            Secara khusus, transfer pricing seharusnya mendukung kesesuaian tujuan dan tingkat usaha manajemen puncak. Subunit yang menjual produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit yang membeli produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien. Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak mengevaluasi kinerja dari subunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat desentralisasi yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi subunit yang tinggi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer subunit yang ingin memaksimalkan laba operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk melakukan transaksi dengan subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau untuk melakukan transaksi dengan pihak eksternal.

Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo, 2008 fungsi pajak yaitu:
1.      Fungsi budgetair atau sebagai sumber keuangan negara dan sumber dana bagi pemerintah untuk pembiayaan pengeluaran negara. Contoh: adanya pengenaan pajak dalam APBN yang merupakan penerimaan dalam negara;
2.      Fungsi regulerend (mengatur), yaitu menjadikan pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: (a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras; (b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif; (c) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

Ketentuan peraturan perpajakan dalam transfer pricing
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun 2010, pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya, atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
Direktorat Jenderal Pajak menentukan wewenang dalam penentuan besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya jumlah Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan kewajaran usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Jika terjadi kasus kekurangwajaran, Undang-undang perpajakan kita menganut asas material, maksudnya adalah menggunakan dasar keadaan substansi untuk melihat kewajaran atau tidak wajarnya suatu transaksi (Gusnardi,2009).
Ada beberapa contoh kasus yang menyebabkan timbulnya kekurangwajaran yang timbul akibat dari praktek transfer pricing, yaitu:
1.      Kekurangwajaran Harga Penjualan;
2.      Kekurangwajaran Harga Pembelian;
3.      Kekurangwajaran alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost);
4.      Kekurangwajaran pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham;
5.      Kekurangwajaran pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa lainnya;
6.      Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham atau oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar;
7.      Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi usaha (letter box company).
Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dalam penentuan harga yang tidak wajar (non arm’s length price) yaitu dengan menerapkan ketentuan yang dasarnya memberikan tanggung jawab dan wewenang aparat pajak untuk melakukan koreksi terhadap transaksi yang tidak wajar dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa (dalam chandraningrum).

Perencanaan Pajak
Menurut Chandraningrum, Perencanaan pajak merupakan sarana yang memungkinkan untuk melaksanakan pembayaran pajak agar tidak terjadi kelebihan dalam pembayaran pajak. Perencanaan pajak bukan berarti sebagai cara untuk menghindari pajak, karena dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Perencanaan pajak untuk suatu operasi yang sifatnya Multinasional merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bagi pihak lain mengandung aspek yang vital bagi bisnis Internasional.
            Menurut Ningrahayu 2010, Praktek penghindaran pajak berkaitan dengan perencanaan pajak. Secara konseptual perencanaan pajak meliputi pengurangan pajak secara permanen maupun kemungkinan penangguhannya. Penghematan pajak dapat diperoleh dari perencanaan pajak dengan melibatkan beberapa konsep seperti: pemanfaatan pengecualian pajak, pengurangan tarif pajak menyeluruh, maksimalisasi pengurangan penghasilan, percepatan pengeluaran, penundaan objek pajak, strukturisasi transaksi kena pajak menjadi tidak kena pajak, dan sebagainya. Pada Foreign Direct Investment khususnya yang berbentuk subsidiary company, perencanaan pajak yang dilakukannya melibatkan regulasi lebih dari satu Negara yang sering dikenal dengan international tax planning.


  C.    Pembahasan
Transfer pricing merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax). Bagi perusahaan berskala global (multinational corporations), transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas (Santoso, 2004)
Skema transfer pricing yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah dengan cara mengalihkan laba mereka dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya rendah. Untuk mencegah adanya pengalihan atas laba adalah dengan berbagai macam cara antara lain:
1.      Otoritas pajak di berbagai Negara membuat aturan transfer pricing yang ketat seperti penerapan hukuman atau sanksi.
2.      Persyaratan dokumen yang lengkap.
3.      Pemeriksaan pajak terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricing.
Terkait dengan isu transfer pricing, secara umum otoritas fiskal harus memperhatikan dua hal mendasar agar koreksi pajak terhadap dugaan transfer pricing mendapat justifikasi yang kuat. Kedua hal prinsipil tersebut adalah:
1.      Afiliasi (associated enterprises) atau hubungan istimewa (special relationship)
Dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh dinyatakan bahwa hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
a.       Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b.      Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.       Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

2.      Kewajaran atau arm’s length principle
Berkaitan dengan masalah kewajaran, menurut PSAK No. 17, menyatakan bahwa pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang independen (arm’s length price).
Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan menurut UU PPh, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.


Daftar Pustaka

Azlina, Nur, dkk. 2014. Analisis Pengaruh Pajak dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing.
Gusnardi. 2009. Penetapan Harga Transfer Dalam Kajian Perpajakan. Jurnal Pekbis, Vol.1, No. 1, Maret 2009: hal 36-43.
Harimurti, Fadjar. 2007. Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricing. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol.  54 7, No. 1, April 2007: hal 53-61
Lingga, Ita Salsalina. 2012. Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricingdan Problematika Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Zenit; Vol. 1 No. 3 Desember2012, Hal. 210-221; ISSN: 2252-6749
Ningrahayu, 2010. Praktik Penghindaran Pajak oleh Foreign Direct Investment Berbentuk Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 10, Nomor 2, Juli 2010: 171 - 180
Nurhayati, Indah Dewi. 2013. Evaluasi atas Perlakuan Perpajakan Terhadap Transaksi Transfer Pricing Pada Perusahaan Multinasional di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Akuntansi Volume 2, Nomor 1, April 2013
OECD Committee on Fiscal Affairs. 1979. Transfer Pricing and Multinational Enterprises. Paris: OECD.
Permatasari, Paulina. 2004. Transfer Pricing Sebagai Salah Satu Strategi Perencanaan Pajak Bagi Perusahaan Multinasional. BINA EKONOMI  Vol. 8,  No.  l,  Januari  2004:  l-109
Rahayu, Ning. 2010. Evaluasi Regulasi atas Praktik Penghindaran Pajak Penanaman Modal Asing. Jumal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 7 - No. 1, Juni 2010
Salam, Abd. (2011). Aspek PerpajakanDalam Praktik Transfer Pricing. Jurnal Ekonomi Balance Fekon Unismuh Makassar http://fekonunismuh.files.wordpress.com/2011/01/04-salam.pdf
Santosa, Iman. (2004). Advance Pricing Agreementdan Problematika Transfer Pricing Dari Perspektif Perpajakan Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 6 No. 2, Nopember 2004: hal 123-139.
Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar