TRANSFER PRICING
DAN PERENCANAAN PAJAK
Disusu
Oleh:
DWI NINDA
PUSPITASARI
B200120398
(kelas B)
A.
Latar
Belakang
Tranfer Pricing menjadi
isu global antarotoritas pajak di dunia. Dalam Forum Organisasi untuk Kerja
Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) transfer pricing menjadi topik bersama. Transfer
pricing dalam konotasi negatif diartikan sebagai pengalihan penghasilan dari
perusahaan di negara berpajak tinggi ke perusahaan lain (masih satu grup) di
negara berpajak rendah. Tujuannya, untuk mengurangi total beban pajak
perusahaan (OECD, 1979)
Bidang
yang menangani perpajakan dalam (OECD) dilakukan oleh Committee on Fiscal Affairs (CFA).
Terkait dengan transfer pricing CFA
melalui sub groupnya yaitu working party No.6
menerbitkan OECD transfer pricing
guidelines (Darussalam, 2008). OECD Transfer
Pricing Guidelines berguna sebagai panduan bagi perusahaan multinasional
dan otoritas pajak dalam masalah transfer pricing.
Pemerintah
Indonesia sedang mempertimbangkan pemotongan pajak perusahaan sampai 17,5
persen dari 25 persen untuk menarik lebih banyak investasi dari
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah ini, menurut pejabat
Kementerian Keuangan. Pemotongan pajak korporat yang sedang dipertimbangkan
akan membuatnya mendekati tingkat di Singapura, yaitu 17 persen. Pemotongan
pajak yang diusulkan, yang akan berlaku untuk semua perusahaan, dapat
mengganggu pengumpulan pajak dalam jangka pendek, namun dalam jangka tidak
terlalu panjang, berharap dapat menikmati hasilnya karena memerlukan investasi
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah mencoba memaparkan issu mengenai transfer pricing dan
perencanaan pajak ditinjau dari sudut akuntansi maupun perpajakan serta
problematika praktik penghindaran pajak maupun kecurangan-kecurangan yang marak
terjadi akibat praktik transfer pricing yang tidak wajar.
B.
Landasan
Teori
Definisi
Transfer Pricing
Suandy,
2006 Pengertian Transfer pricing adalah Transfer pricing dilakukan berdasarkan
harga pasar yang tidak memiliki implikasi perpajakan, apabila tidak menggunakan
harga pasar maka umumnya akan terjadi pemindahan penghasilan. Dengan adanya
pemindahan penghasilan tersebut maka pajak yang dibayar secara keselurahan akan
lebih rendah. Sehingga, total laba pajak secara keseluruhan akan lebih besar
dibanding kalau perusahaan tidak menggunakan transfer pricing.
Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan transfer
pricing sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam
sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentukan tersebut
dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka
dapat menyimpang dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam
keadaan bebas untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya
(OECD,1979).
Metode
Transfer Pricing
Prinsip
dasar dalam penetapan harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya
serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke
konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
Jika
ditinjau dari segi ekonomi dan manajemen, konsep dasar harga transfer adalah :
a) Dari
segi ekonomi
Hirshleifer dalam Cox, Howe, dan
Boyd, transfer price should be themarginal cost of the selling division in
order to maximaze the firm’s profitas a whole (Cox et al. 1997:20-29)17).
Jadi prisip dasar dari transfer harga adalah memaksimalkan laba perusahaan. Sehingga,
perusahaan harus secara berkala menjual produk sampai dengan titik dimana
tambahan biaya karena adanya tambahan unit yang diproduksi dan dijual—disebut marginal
cost—lebih lebih rendah dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh dari
penjualan unit tersebut (marginal revenue).
Dalam hal penentuan hara untuk perusahaan yang terintegrasi, harga
harusditentukan berdasarkan marginal cost produsen.
b) Dari
Segi Manajemen
Robert
dan Govindarajan (1998), mendefinisikan bahwa
the term of transfer pricing is a value
placed on a transfer of goods andservices between in transaction in which at
least one of the two parties involved is a profit center. Sehingga,
transfer pricing lebih ditujukan untuk mengukur kinerja divisi, laba perusahaan
secara keseluruhan, dan otonomi divisi dan menilai motivasi dan performance
setiap divisi/unit bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Dalam penentuan tersebut, perusahaan-perusahaan
divisionalisasi/departementasi menggunakan beberapa metode, diantaranya :
a. Harga
Transfer atas Dasar Biaya (Cost-Based
Transfer Pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode
transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas dasar biaya variable
dan tetap yang bisa dalam 3 pemeliharaan bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambahkan
mark-up (full cost plus mark-up), dan
gabungan antara biaya variable dan tetap (variable
cost plus fixed fee).
b. Harga
Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market
Basis Transfer Pricing)
Apabila ada suatu pasar sempurna, metode
transfer pricing atas dasar harga pasar inilah yang merupakan ukuran paling
memadai karena sifatnya yang independen. Namun, keterbatasan informasi pasar
terkadang menjadi kendala dalam menggunakan transfer pricing yang berdasarkan harga
pasar.
c. Harga
Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer
Pricing)
Dalam ketiadaan harga, beberapa
perusahaan memperkenankan divis-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan
dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan.
Harga transfer negosiasi mencerminkan perspektif kontrolabilitas yang inheren
dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan
tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang
dinegosiasikan.
Tujuan
Penetapan Transfer Pricing
Simamora
(1999), tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data
keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada
waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu
transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan
yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Secara khusus, transfer pricing seharusnya mendukung
kesesuaian tujuan dan tingkat usaha manajemen puncak. Subunit yang menjual
produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit
yang membeli produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan
menggunakan input secara efisien. Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen
puncak mengevaluasi kinerja dari subunit individual dan manajer mereka. Jika
manajemen puncak mendukung tingkat desentralisasi yang tinggi, harga transfer
seharusnya mendukung tingkat otonomi subunit yang tinggi dalam pengambilan
keputusan. Ini berarti manajer subunit yang ingin memaksimalkan laba operasi
dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk melakukan transaksi dengan
subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau untuk melakukan
transaksi dengan pihak eksternal.
Fungsi
Pajak
Menurut Mardiasmo, 2008
fungsi pajak yaitu:
1. Fungsi
budgetair atau sebagai sumber keuangan negara dan sumber dana bagi pemerintah
untuk pembiayaan pengeluaran negara. Contoh: adanya pengenaan pajak dalam APBN yang
merupakan penerimaan dalam negara;
2. Fungsi
regulerend (mengatur), yaitu menjadikan pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh:
(a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras; (b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif; (c) Tarif pajak untuk ekspor
sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
Ketentuan
peraturan perpajakan dalam transfer pricing
Menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 Tahun 2010, pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain
dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya, atau kewajiban antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga
diperhitungkan.
Direktorat
Jenderal Pajak menentukan wewenang dalam penentuan besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
jumlah Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
sesuai dengan kewajaran usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Jika
terjadi kasus kekurangwajaran, Undang-undang perpajakan kita menganut asas
material, maksudnya adalah menggunakan dasar keadaan substansi untuk melihat
kewajaran atau tidak wajarnya suatu transaksi (Gusnardi,2009).
Ada beberapa contoh kasus
yang menyebabkan timbulnya kekurangwajaran yang timbul akibat dari praktek
transfer pricing, yaitu:
1. Kekurangwajaran
Harga Penjualan;
2. Kekurangwajaran
Harga Pembelian;
3. Kekurangwajaran
alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost);
4. Kekurangwajaran
pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham;
5. Kekurangwajaran
pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa
manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa lainnya;
6. Pembelian
harta perusahaan oleh pemegang saham atau oleh pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar;
7. Penjualan
kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi
usaha (letter box company).
Untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak dalam penentuan harga yang tidak wajar (non arm’s
length price) yaitu dengan menerapkan ketentuan yang dasarnya memberikan
tanggung jawab dan wewenang aparat pajak untuk melakukan koreksi terhadap
transaksi yang tidak wajar dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa
(dalam chandraningrum).
Perencanaan
Pajak
Menurut Chandraningrum,
Perencanaan pajak merupakan sarana yang memungkinkan untuk melaksanakan
pembayaran pajak agar tidak terjadi kelebihan dalam pembayaran pajak.
Perencanaan pajak bukan berarti sebagai cara untuk menghindari pajak, karena
dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Perencanaan
pajak untuk suatu operasi yang sifatnya Multinasional merupakan pekerjaan yang
kompleks, namun bagi pihak lain mengandung aspek yang vital bagi bisnis
Internasional.
Menurut Ningrahayu 2010, Praktek penghindaran pajak
berkaitan dengan perencanaan pajak. Secara konseptual perencanaan pajak
meliputi pengurangan pajak secara permanen maupun kemungkinan penangguhannya.
Penghematan pajak dapat diperoleh dari perencanaan pajak dengan melibatkan
beberapa konsep seperti: pemanfaatan pengecualian pajak, pengurangan tarif
pajak menyeluruh, maksimalisasi pengurangan penghasilan, percepatan
pengeluaran, penundaan objek pajak, strukturisasi transaksi kena pajak menjadi
tidak kena pajak, dan sebagainya. Pada Foreign Direct Investment khususnya yang
berbentuk subsidiary company, perencanaan pajak yang dilakukannya melibatkan
regulasi lebih dari satu Negara yang sering dikenal dengan international tax
planning.
C.
Pembahasan
Transfer
pricing merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya menyangkut
transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi
pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya
potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung
menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak
yang tinggi (high tax countries) ke
negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan
cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak
perusahaan (corporate income tax). Bagi
perusahaan berskala global (multinational
corporations), transfer pricing dipercaya
menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan dalam
memperebutkan sumber daya yang terbatas (Santoso, 2004)
Skema
transfer pricing yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah
dengan cara mengalihkan laba mereka dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke
negara yang tarif pajaknya rendah. Untuk mencegah adanya pengalihan atas laba
adalah dengan berbagai macam cara antara lain:
1. Otoritas
pajak di berbagai Negara membuat aturan transfer pricing yang ketat seperti
penerapan hukuman atau sanksi.
2. Persyaratan
dokumen yang lengkap.
3. Pemeriksaan
pajak terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfer pricing.
Terkait dengan
isu transfer pricing, secara umum otoritas fiskal harus memperhatikan dua hal mendasar
agar koreksi pajak terhadap dugaan transfer pricing mendapat justifikasi yang
kuat. Kedua hal prinsipil tersebut adalah:
1. Afiliasi
(associated enterprises) atau
hubungan istimewa (special relationship)
Dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh
dinyatakan bahwa hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai
dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada
apabila:
a. Wajib
Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib
Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir;
b. Wajib
Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. Terdapat
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan/atau ke samping satu derajat.
2. Kewajaran
atau arm’s length principle
Berkaitan dengan masalah kewajaran,
menurut PSAK No. 17, menyatakan bahwa pengakuan akuntansi suatu pengalihan
sumber daya secara normal didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak
yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang independen (arm’s
length price).
Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin
mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak
terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Sedangkan menurut UU PPh, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
Daftar Pustaka
Azlina, Nur, dkk. 2014. Analisis Pengaruh Pajak dan Mekanisme Bonus
Terhadap Keputusan Transfer Pricing.
Gusnardi. 2009. Penetapan Harga Transfer Dalam Kajian Perpajakan. Jurnal Pekbis,
Vol.1, No. 1, Maret 2009: hal 36-43.
Harimurti, Fadjar. 2007. Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricing.
Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 54
7, No. 1, April 2007: hal 53-61
Lingga, Ita Salsalina. 2012. Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricingdan
Problematika Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Zenit; Vol.
1 No. 3 Desember2012, Hal. 210-221; ISSN: 2252-6749
Ningrahayu, 2010. Praktik Penghindaran Pajak oleh Foreign Direct Investment Berbentuk
Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing. Jurnal Ilmu Administrasi Negara,
Volume 10, Nomor 2, Juli 2010: 171 - 180
Nurhayati, Indah Dewi. 2013. Evaluasi atas Perlakuan Perpajakan Terhadap
Transaksi Transfer Pricing Pada Perusahaan Multinasional di Indonesia. Jurnal
Manajemen dan Akuntansi Volume 2, Nomor 1, April 2013
OECD Committee on Fiscal Affairs. 1979. Transfer Pricing and Multinational
Enterprises. Paris: OECD.
Permatasari, Paulina. 2004. Transfer Pricing Sebagai Salah Satu Strategi
Perencanaan Pajak Bagi Perusahaan Multinasional. BINA EKONOMI Vol. 8,
No. l, Januari
2004: l-109
Rahayu, Ning. 2010. Evaluasi Regulasi atas Praktik Penghindaran Pajak Penanaman Modal
Asing. Jumal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 7 - No. 1, Juni 2010
Salam, Abd. (2011). Aspek PerpajakanDalam Praktik Transfer Pricing. Jurnal Ekonomi Balance
Fekon Unismuh Makassar http://fekonunismuh.files.wordpress.com/2011/01/04-salam.pdf
Santosa, Iman. (2004). Advance Pricing Agreementdan Problematika
Transfer Pricing Dari Perspektif Perpajakan Indonesia. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Vol. 6 No. 2, Nopember 2004: hal 123-139.
Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar