DINAMIKA NILAI TUKAR RUPIAH
Disusun Oleh:
ANANDITA DWIKI PRASETYO
B200120120 (KELAS B)
LATAR
BELAKANG
Globalisasi perekonomian sering didefinisikan sebagai proses
semakin menghilangnya atau menipisnya “batas”` ekonomi antar negara. Kegiatan
perdagangan internasional melibatkan dua negara yang memiliki mata uang yang
berbeda, maka kedua belah pihak harus memperhatikan nilai kurs (fexchange rate)
dari masing-masing negara tersebut.
Kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang
berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang
tersebut. Madura (2000) dalam Santosa
(2008) berpendapat bahwa permasalahan muncul dalam kaitannya dengan harga,
karena nilai valuta asing sering mengalami fluktuasi. Perubahan nilai tersebut
disebabkan oleh banyak hal, diantaranya : perubahan tingkat inflasi, perubahan
tingkat suku bunga, perubahan tingkat pendapatan serta seberapa besar peran
pemerintah dalam perekonomian.
Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian
terbuka karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar. Mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
perdagangan, transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi
lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu
negara. Nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki
kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini
mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional (Triyono,
2008). Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Dornbusch (2008) dalam Oktavia et al (2013) bahwa pertumbuhan nilai mata
uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi
yang relatif baik atau stabil.
Judul Makalah dipilih oleh penulis karena menarik perhatian untuk
dicermati dan dapat memberi pemaparan lebih jauh mengenai sebab dan akibat dari
fluktuasi mata uang asing yang mempunyai peran besar bagi pertumbuhan ekonomi
suatu negara.
LANDASAN
TEORI
Nilai Tukar (Kurs)
Muchlas dan Alamsyah (2015) mendefinisikan Kurs (exchange rate)
sebagai pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan
perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Hady (2001)
dalam Maharani dan Setiawina (2014) mendefinisikan valuta asing diartikan sebagai alat pembayaran dan mata
uang asing yang digunakan untuk membiayai keuangan nasional dan transaksi
ekonomi dan memiliki catatan kurs resmi pada bank sentral. Levi (1996) dalam
Triyono (2008) Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada
prinsipnya ditentukan oleh besar-nya permintaan dan penawaran mata uang
tersebut.
Marrewijk (2005) dalam Djulius dan Nurdiansyah (2014)
mengklasifikasikan empat bagian keterkaitan antara nilai tukar dengan: i)
kondisi neraca transaksi berjalan, ii) kondisi neraca pembayaran, iii)
kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil, dan iv) ekspektasi dari
para pelaku ekonomi. Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar
nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif
mata uang dan dua negara, sedang-kan nilai tukar riil menunjukkan tingkat
ukuran (rate)suatu barang dapat diperda-gangkan antar negara (Triyono, 2008).
Perubahan nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu depresiasi
(depreciation) dan apresiasi (appreciation). Depresiasi adalah penurunan harga
mata uang domestik terhadap mata uang asing, sedangkan apresiasi adalah
kenaikan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Krugman et.al ,
2012) dalam Nizar (2012).
Nizar (2012) mengungkapkan naik-turunnya harga valuta asing yang
sekaligus menandai turun-naiknya nilai
Rupiah akan sangat ditentukan oleh perimbangan kebutuhan (permintaan) dengan
ketersediaan valuta asing. Apabila permintaan valuta asing lebih besar dari
penawarannya (excess demand), maka harga valuta asing akan naik. Artinya, dari
sudut pandang nilai tukar Rupiah mata uang asing menjadi lebih mahal sehingga
jumlah Rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan valuta asing menjadi lebih
besar. Kondisi ini merepresentasikan nilai tukar Rupiah yang melemah
(depresiasi). Sebaliknya, apabila penawaran valuta asing lebih besar dari
permintaannya (excess supply) maka harga valuta asing akan turun. Artinya, dari
sudut pandang nilai tukar Rupiah mata uang asing menjadi lebih murah sehingga
jumlah Rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan valuta asing menjadi lebih
sedikit. Dalam kondisi seperti ini nilai tukar Rupiah dikatakan mengalami penguatan (apresiasi).
Kekuatan nilai tukar mata uang akan berdampak terhadap pasar modal
dan sektor riil di negara tersebut (Nurrohim 2013). Kurs juga merupakan salah
satu elemen penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya
keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat
pengaruhnya yang besar bagi neraca
berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi lainnya (Muchlas dan Alamsyah,
2015). Kurs mata uang juga penting dalam mengendalikan aliran modal asing
(foreign capital flow) di seluruh dunia yang setiap harinya melaksanakan
kegiatan perdagangan internasional (Kelen dan Pakereng, 2009).
Perkembangan Sistem Nilai
Tukar di Indonesia
Sejak 1970-an hingga saat ini Indonesia telah mengalami tiga kali
perubahan rezim nilai tukar yang masing-masingnya memiliki dampak tersendiri
terhadap perekonomian. Ketiga rezim tersebut adalah: i) Sistem kurs tetap
(1970-1978), ii) Sistem Mengambang Terkendali (1978-Juli 1997), dan iii) Sistem
kurs mengambang bebas (14 Agustus 1997-sekarang).
Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang penuh atau bebas
(freely floating system). Dalam sistem tersebut, pergerakan nilai tukar
cenderung fluktuatif dan semakin sulit diprediksi. pemerintah tidak lagi
berkewajiban untuk melakukan intervensi dengan cara menjual ataupun membeli
Dollar di pasar valuta asing. Rupiah
dibiarkan melakukan penyesuaian melalui mekanisme pasar, sehingga cadangan
dapat dihemat untuk pembiayaan lebih panjang lagi (Sartono 2001) dalam (Kelen dan Pakereng, 2009). Pergerakan nilai
tukar lebih dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valuta
asing, tanpa ada lagi intervensi otoritas moneter.
Ada beberapa keunggulan sistem kurs bebas, antara lain sebagai
berikut:
1.
Pemerintah
tidak perlu menyediakan cadangan devisa untuk mengendalikan pasar.
2.
Tidak ada pasar
gelap seperti yang terjadi pada sistem kurs tetap.
3.
Kurs yang
berlaku adalah kurs keseimbangan.
4.
Pengaturan
Zona-Target (Target Zone Arrangement).
Meskipun
dengan beberapa keunggulan diatas, dari 14 Agustus 1997 hingga sekarang, nilai
tukar rupiah mengalami fluktuasi dalam jangka pendek dan cenderung melemah
dalam jangka panjang.
Faktor-Faktor
Fluktuasi Nilai Rupiah
Nilai tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa
depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang negara membuat harga
barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi fihak luar negeri. Apresiasi
mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal
bagi fihak luar negeri (Sukirno, 1981:297 dalam Triyono 2008). Dikarenakan
Indonesia menggunakan freely floating system, nilai tukar rupiah dipengaruhi
oleh permintaan dan penawaran pada pasar valuta asing. Banyak faktor ekonomi yang
dapat mempengaruhi berubahnya nilai tukar suatu mata uang. Tetapi ada pula
faktor-faktor non-ekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai mata uang.
A.
Pertahanan dan
Keamanan
Kondisi pertahanan dan keamanan negara adalah salah satu faktor
non-ekonomi yang juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Pada hari
Jum’at tanggal 17 Juli tahun 2009 terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan
Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Pengeboman ini menelan
9 orang korban jiwa dan lebih dari 150 orang korban luka. Ditahun yang sama Kellen
dan Pakereng melakukan penelitian mengenai pergerakan nilai rupiah pasca
tragedi bom JW MARRIOT dan RITZ CARLTON di Jakarta. Terbukti bahwa bahwa satu
bulan pasca pengeboman menunjukkan kecenderungan penurunan (depresiasi) mata
uang Rupiah Indonesia terhadap mata Uang Dollar Australia.
B.
Pariwisata
Nilai Tukar Rupiah juga dipengaruhi oleh kondisi pariwisata negara suatu
negara. Devisa pariwisata (tourism receipts) dalam transaksi ekonomi dan
keuangan internasional dianggap sebagai aliran devisa, yang pencatatannya
dilakukan pada neraca transaksi berjalan (current accounts) di dalam neraca
pembayaran (balance of payments). Adanya arus masuk wisatawan asing (inbound)
ke dalam suatu negara menyebabkan tambahan devisa dari pariwisata, yang
pada gilirannya menambah cadangan devisa (foreign reserves) secara keseluruhan.
Pengaruh perubahan devisa pariwisata terhadap nilai tukar mata uang
biasanya dapat dilihat melalui
pengaruhnya terhadap ketersediaan devisa
(valuta asing) dalam suatu perekonomian.
Dengan demikian, apabila terjadi arus masuk wisatawan ke dalam suatu negara,
akan menyebabkan penambahan cadangan devisa, yang pada gilirannya menambah
ketersediaan (penawaran) valuta asing. Sebaliknya, apabila terjadi arus keluar
wisatawan dari suatu negara maka akan mengurangi cadangan devisa. Apabila
penawaran valuta asing lebih besar dari permintaannya (excess supply), maka
harga valuta asing (nilai tukar) akan
turun dan sebaliknya apabila permintaan valuta asing lebih besar (excess
demand), maka harga valuta asing akan naik. Dapat disimpulkan peningkatan
jumlah devisa pariwisata dan jumlah turis akan mendorong apresiasi (penguatan)
nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) (Nizar 2012).
C.
Inflasi
Dari segi faktor ekonomi Inflasi adalah faktor yang paling sering
disebut dapat mengakibatkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus
(Agustina dan Renny, 2014). Inflasi
dan pertumbuhan ekonomi akan
digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan
(Kelen dan Pakereng 2009).
Muchlas dan Alamsyah (2015) menguji berpengaruhnya inflasi terhadap
pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika, menyimpulkan bahwa Berpengaruhnya
inflasi terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika karena Inflasi yang
meningkat secara mendadak, juga memungkinkan tereduksinya
kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan, sehingga akan mengurangi
supply terhadap valuta asing di dalam negerinya.
Triyono (2008) juga mengemukakan bahwa Inflasi dari hasil analisis
jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Sedangkan
dari hasil perhitungan jangka panjang inflasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kurs.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Santosa (2008) bahwa inflasi
merupakan suatu kondisi dimana harga-harga barang secara keseluruhan meningkat
secara umum dan berlangsung terus-menerus. Dalam teori kuantitas (Irving
Fisher), inflasi disebabkan karena kenaikan jumlah uang beredar, kenaikan
jumlah uang beredar dalam negeri (relatif terhadap stok uang luar negeri) akan
meyebabkan kelebihan penawaran uang (exess supply). Dalam masa krisis ekonomi,
hal tersebut menyebabkan kenaikan permintaan mata uang asing (US Dollar) untuk
mengamankan likuiditasnya atau untuk mendapatkan keuntungan. Dampak selanjutnya
yang terjadi adalah penurunan mata uang dalam negeri (depresiasi).
Inflasi berpengaruh signifikan terhadap kurs dengan arah positif
atau searah terhadap kurs Indonesia. Peningkatan dalam inflasi akan menyebabkan
peningkatan dalam kurs atau terdepresiasi. Hai ini karena, inflasi yang
tinggimenyebabkan ketidakpastian ekonomi sehingga investor cenderung melarikan
uangnya ke luar negeri (Oktavia et.al 2013).
D.
Jumlah Uang
Beredar
Jumlah uang beredar merupakan faktor ekonomi lainnya yang
menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Jumlah uang yang beredar adalah uang
dalam arti sempit yang terjadi dari uang kartal dan uang giral yang dipegang
oleh masyarakat.
Pada pengembangan konsep teori kuantitas uang, jumlah uang beredar
(money supply) memegang peran
penting dalam perekonomian suatu
negara. Berlebihannya jumlah beredar dalam perekonomian suatu negara akan dapat
memberikan tekanan pada nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang asing (Atmadja,
2002:71) dalam Muchlas dan Alamsyah (2015). Apabila terdapat kelebihan jumlah
uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila
terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan
jumlah uang beredar
akan mengakibatkan masyarakat
membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat
berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti
permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun.
Triyono (2008) mengungkapkan bahwa jumlah uang beredar mempengaruhi
pergerakan kurs. Jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang searah dengan
pergerakan nilai tukar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya
semakin banyak jumlah uang yang beredar di dalam negeri maka ceteris paribus,
nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika akan melemah (depresiasi) dalam
Djulius dan Nurdiansyah, (2014). Jumlah Uang Beredar terhadap pergerakan rupiah
terhadap dollar Amerika karena peredaran reserve valuta asing (neraca
pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang.
Hal yang sama dipaparkan
oleh Oktavia et.al (2013) bahwa Apabila jumlah uang beredar meningkat maka kurs
akan naik begitu juga sebaliknya, apabila jumlah uang beredar menurun maka kurs
juga akan turun. Jika pemerintah menambah
uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang investasi
keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar yang pada gilirannya kurs
akan terdepresiasi.
E.
Tingkat Suku
Bunga
Perubahan tingkat suku bunga ini akan
berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang
domestik. Suku bunga dapat dikelompokan menjadi suku bunga tetap dan suku bunga
mengambang. Suku bunga tetap adalah suku bunga pinjaman tersebut tidak berubah
sepanjang masa kredit, sedangkan suku bunga mengambang adalah suku bunga yang
berubah-ubah selama masa kredit berlangsung dengan mengikuti suatu kurs
referensi tertentu
Hasil
penelitian Muchlas dan Alamsyah (2015)
menunjukkan adanya pengaruh suku bunga dengan pergerakan rupiah terhadap dolar
Amerika, dengan pengaruh yang positif. Artinya setiap kenaikan tingkat suku
bunga bank di Indonesia akan meningkatkan pergerakan rupiah terhadap dolar
Amerika. Kenaikan tingkat suku bunga di dalam negeri dalam jangka pendek dapat
menyebabkan aliran modal masuk dengan disertai dengan apresiasi mata uang
rupiah (Djulius dan Nurdiansyah, 2014).
Peningkatan dalam suku bunga
domestik akan menyebabkan penurunan dalam kurs atau terapresiasi.
Sebaliknya, penurunan selisih suku bunga menyebabkan kurs
terdepresiasi. Hal ini dikarenakan
apabila suku bunga domestik mengalami penurunan, berarti menyimpan uang
memberikan imbalan yang yang kecil di Indonesia (Oktavia et.al 2013).
F.
Balance of
Payment / BOP
BOP (Balance
of Payment) / Neraca pembayaran merupakan posisi neraca pembayaran
internasional indonesia. Posisi BOP akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan
nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. BOP mempengaruhi perubahan
pergerakan rupiah terhadap dollar
Amerika, dengan pengaruh negatif. Artinya setiap kenaikan BOP akan menurunkan
pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika.
Berpengaruhnya
BOP dengan pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika karena berkurangnya BOP
mendorong pemerintah untuk meningkatkan impor ke luar negeri, sehingga aliran
valuta asing yang masuk netto akan bertambah dan mengakibatkan terjadinya
apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing (Muchlas dan Alamsyah, 2015). Secara terperinci Machpudin (2013)
menganalisis pengaruh neraca pembayaran (current account dan capital account)
terhadap nilai tukar rupiah. Pertumbuhan current account, capital account
menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi.
G.
Impor
Transaksi
impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke
dalam pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Triyono (2008) memaparkan hasil analisis jangka pendek variabel
impor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. Sedangkan dari
perhitungan jangka panjang variabel impor berpengaruh secara signifikan
terhadap kurs. semakin tinggi nilai impor maka, nilai tukar rupiah semakin
melemah.
Sesuai
dengan ekspektasinya kenaikan impor tentu akan diikuti dengan peningkatan
kebutuhan valas untuk pembayarannya sehingga keseimbangan permintaan dan
penawaran terhadap valas di dalam negeri akan berubah yang akhirnya berdampak
pada semakin melemahnya nilai rupiah (Djulius
dan Nurdiansyah 2014).
Meningkatnya
impor oleh negara terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga
semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut.
Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di
pasar valuta asing (Muchlas dan
Alamsyah, 2015).
Dampak Fluktuasi Nilai Rupiah
Terjadinya
fluktuasi nilai tukar memiliki dampak yang panjang. Dampak paling signifikan
terlihat pada sektor ekspor. Nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap ekspor Indonesia (Ginting, 2013). Hal ini menunjukkan
semakin kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan semakin menurunnya
ekspor Indonesia, dalam jangka pendek nilai tukar memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Penelitian lebih spesifik
dilakukan oleh Angkouw (2013) membahas tentang perubahan nilai rupiah terhadap
ekspor minyak kelapa kasar(CCO). Ditemukan bahwa nilai tukar rupiah memiliki
pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap ekspor komoditi minyak kelapa
kasar (CCO).
Hal lain
yang terkena dampak dari fluktuasi nilai rupaih adalah Cadangan Devisa. Jika
nilai tukar rupiah menguat didukung dengan kondisi ekonomi stabil maka cadangan
devisa Indonesia juga akan meningkat, hal tersebut dikarenakan adanya dorongan
minat investor yang tertarik untuk melakukan
investasi di pasar keuangan domestik yang akan mengakibatkan surplus
pada neraca transaksi berjalan sehingga cadangan devisa juga akan meningkat
(Agustina dan Reny, 2014).
Dampak lain
dari fluktuasi nilai rupiah adalah pada perusahaan yang menggunakan bahan baku
dari luar negeri. Dampak dari fluktuasi nilai tukar mata uang asing terhadap
Rupiah apabila terjadi depresiasi nilai tukar maka akan mengakibatkan semakin
tingginya harga material yang di impor dari luar negeri (Aji dan Pribadi, 2012).
Fluktuasi
mata uang juga memiliki dampak pada Indeks Harga Saham. Nilai tukar atau kurs
memilki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham (Mardiyati
dan Rosalina 2013). Hal ini menyebabkan investor beralih ke pasar uang
karena return keuntungan yang diperoleh di pasar uang lebih
besar daripada di pasar modal yang pada akhirnya menurunkan indeks harga saham
yang terdapat pada bursa. Penelitian lebih spesifik mengenai IHSG, Nurrohim (2013) berpendapat bahwa dengan
adanya hubungan searah nilai tukar terhadap inflasi dan IHSG maka pertumbuhan
nilai tukar rupiah dapat dijadikan otoritas moneter untuk mengendalikan inflasi
dan menjaga IHSG. Wibowo (2012) juga meneliti mengenai perubahan nilai tukar
terhadap IHSG kemudian menyimpulkan bahwa setiap peningkatan poin nilai tukar
rupiah, maka akan mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Meningkat.
Kesimpulan dan Keterbatasan
Dari
pemaparan diatas bisa kita simpulkan
bahwa meskipun faktor ekonomi mendominasi fluktuasi nilai tukar, tetapi ada
faktor non-ekonomi yang dapat menyebabkan fluktuasi pada nilai tukar mata uang.
Dengan sistem Freely Floating System yang diterapkan di Indonesia, membuat
nilai tukar mata uang Rupiah berfluktuasi sesuai dengan permintaan dan
penawaran dimana pihak pemerintah tidak bisa berintervensi terhadap nilai tukar
rupiah.
Faktor-Faktor yang menyebabkan nilai
tukar berfluktuasi didominasi oleh kondisi perekonomian negara secara makro.
Makro ekonomi negara Indonesia akan secara langsung berpengaruh karena setiap
pergerakannya menggunakan mata uang Rupiah.
Faktor Inflasi dinilai sebagai
faktor paling signifikan yang dapat mengakibatkan nilai mata uang berfluktuasi.
Inflasi berhubungan langsung karena dengan meningkatnya harga secara periodik,
menggambarkan nilai mata uang yang semakin turun.
Banyaknya jumlah uang yang beredar
di masyarakat dapat mengakibatkan nilai mata uang turun, karena apabila
masyarakat mempunyai jumlah uang yang beredar banyak, maka nilai mata uang akan
turun dan dapat menurunkan nilai tukar mata uang terhadap mata uang lain.
Tingkat suku bunga juga memiliki
pengaruh terhadap pergerakan nilai mata uang. Semakin tinggi suku bunga maka
semakin tinggi juga imbalan sewa yang diterima, maka dengan menaikkan tingkat
suku bunga dapat menarik perhatian aliran modal asing.
BOP juga dinilai memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai tukar rupiah dikarenakan semakin meningkatnya BOP O
Indonesia, maka nilai mata uang Rupiah akan terapresiasi.
Impor berpengaruh secara langsung
terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Dikarenakan Impor langsung mempengaruhi
penawaran dan permintaan valuta asing terhadap Rupiah. Semakin tinggi Impor
suatu negara maka nilai mata uang negara tersebut akan semakin turun.
Faktor
non-ekonomi ada dua, yang pertama kondisi pertahanan dan keamanan dan kondisi
pariwisata. Telah terbukti bahwa tingkat keamanan suatu negara akan menimbulkan
rasa percaya terhadap negara tersebut, yang secara jangka panjang dapat terjadi
suatu kerja sama. Mengenai kondisi pariwisata suatu negara juga terbukti
berpengaruh terhadap pergerakan mata uang. Dikarenakan wisatawan dari
mancanegara secara langsung menukarkan valas mereka dengan rupiah. Apabila
Indonesia bisa memaksimalkan pariwisata yang ada, maka uang asing yang masuk
juga akan semakin banyak.
Dampak dari
fluktuasi mata uang asing bermacam-macam. Mata uang rupiah Indonesia terhadap
Dollar Amerika Serikat secara jangka panjang mengalami penurunan. Oleh sebab
itu, dampak yang didapat dari fluktuasi mata uang Rupiah mayoritas bersifat
negatif. Pemerintah diharapkan melaukan upaya-upaya agar dapat memperkuat dan
mempertahankan nilai rupiah.
Masih banyak
keterbatasan dalam penulisan ini, diantaranya keterbatasan referensi terbaru
dan sedikitnya variabel yang digunakan. Untuk penulisan selanjutnya agar bisa
menambahkan variabel non-ekonomi, dan menggunakan sumber atau referensi yang
terbaru.
Daftar Pustaka
Agustina,
Reny. 2014. Pengaruh Ekspor, Impor, Nilai
Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Cadangan Devisa Indonesia. Jurnal
Wira Ekonomi Mikroskil Volume 4, Nomor 02, Oktober 2014
Aji, Tito
Bramantyo dan Pribadi, Triwilaswandio W. 2012. Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Asing-Rupiah Pada Pembangunan Kapal
Baru. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271
Angkouw,
Junaedy. 2013. Perubahan Nilai Tukar
Rupiah Pengaruhnya Terhadap Ekspor Minyak Kelapa Kasar (Cco) Di Sulawesi Utara.
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 981-990
Djulius,
Horas dan Nurdiansyah, Yudi. 2014. Keseimbangan
Jangka Pendek dan Jangka Panjang Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Trikonomika
Vol. 13, No. 1, Juni 2014
Ginting,
Ari
Mulianta. 2013. Pengaruh Nilai Tukar
Terhadap Ekspor Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.1,
JULI 2013
Kelen,
Lusianus Heronimus Sinyo dan Pakereng, Yulita Milla. 2009. Analisis Pergerakan Nilai Mata Uang Rupiah Terhadap
Dolar Amerika Serikat Dan Dolar Australia Pasca Tragedi Ledakan Bom Hotel Jw
Marriot Dan Ritz Carlton Di Jakart. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. XV No.2
September 2009: 147-167
Machpudin,
Asep 2013 Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran
Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 1
No.3 Juli – September 2013
Maharani, Desak
Putu Putri dan Setiawina, N. Djinar. 2014. Pengaruh
Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika Serikat Dan Indeks Rca Terhadap Volume
Ekspor Udang Segar (Hs92-030623) Indonesia Ke Beberapa Negara Periode 1999 –
2012. E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA Vol. 3, No. 1,
Januari 2014
Mardiyati,
Umi dan Rosalina, Ayi. 2013. Analisis
Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga
Saham. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI)│Vol. 4, No. 1, 2013
Muchlas,
Zainul dan Alamsyah, Agus Rahman. 2015. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis
(2000-2010). Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 76 – 86
Nizar,
Muhammad Afdi. 2012. The Effect Of
Tourism On Rupiah Exchange Rates. MPRA Paper No. 65629, posted 21. July
2015 04:27 UTC
Nurrohim,
Muh. 2013. Analisis Kausalitas Volatilitas Nilai Tukar Mata Uang
Dengan Kinerja Sektor Keuangan Dan Sektor Rill. Economics Development
Analysis Journal 2 (4) (2013) ISSN 2252-6889
Oktavia,
Adek Laksmi dkk. 2013. Analisis Kurs Dan
Money Supplydi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No.
02
Santosa,
Agus Budi . 2008. Kemampuan Inflasi
Padamodel Purchasing Power Parity Dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Dollar Amerika Serikat. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2008, Hal. 39 -
53 ISSN:
1412-3126
Triyono
2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah
Terhadap Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember
2008, hal. 156 – 167
Wibowo,
Satrio. 2012. Pengaruh Nilai Tukar, Suku
Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Indeks Saham Dow Jones terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 14, No. 2,
Agustus 2012, hlm 117-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar