Minggu, 10 Januari 2016


DINAMIKA NILAI TUKAR RUPIAH



Disusun Oleh:
ANANDITA DWIKI PRASETYO
B200120120 (KELAS B)




LATAR BELAKANG
Globalisasi perekonomian sering didefinisikan sebagai proses semakin menghilangnya atau menipisnya “batas”` ekonomi antar negara. Kegiatan perdagangan internasional melibatkan dua negara yang memiliki mata uang yang berbeda, maka kedua belah pihak harus memperhatikan nilai kurs (fexchange rate) dari masing-masing negara tersebut.
Kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Madura (2000) dalam  Santosa (2008) berpendapat bahwa permasalahan muncul dalam kaitannya dengan harga, karena nilai valuta asing sering mengalami fluktuasi. Perubahan nilai tersebut disebabkan oleh banyak hal, diantaranya : perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat pendapatan serta seberapa besar peran pemerintah dalam perekonomian.
Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian terbuka karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca perdagangan, transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional (Triyono, 2008). Hal yang sama juga diungkapkan oleh  Dornbusch (2008) dalam Oktavia et al (2013) bahwa pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil.
Judul Makalah dipilih oleh penulis karena menarik perhatian untuk dicermati dan dapat memberi pemaparan lebih jauh mengenai sebab dan akibat dari fluktuasi mata uang asing yang mempunyai peran besar bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.




LANDASAN TEORI
Nilai Tukar (Kurs)
Muchlas dan Alamsyah (2015) mendefinisikan Kurs (exchange rate) sebagai pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Hady (2001) dalam Maharani dan Setiawina (2014) mendefinisikan valuta asing  diartikan sebagai alat pembayaran dan mata uang asing yang digunakan untuk membiayai keuangan nasional dan transaksi ekonomi dan memiliki catatan kurs resmi pada bank sentral. Levi (1996) dalam Triyono (2008) Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besar-nya permintaan dan penawaran mata uang tersebut.
Marrewijk (2005) dalam Djulius dan Nurdiansyah (2014) mengklasifikasikan empat bagian keterkaitan antara nilai tukar dengan: i) kondisi neraca transaksi berjalan, ii) kondisi neraca pembayaran, iii) kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil, dan iv) ekspektasi dari para pelaku ekonomi. Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dan dua negara, sedang-kan nilai tukar riil menunjukkan tingkat ukuran (rate)suatu barang dapat diperda-gangkan antar negara (Triyono, 2008).
Perubahan nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu depresiasi (depreciation) dan apresiasi (appreciation). Depresiasi adalah penurunan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing, sedangkan apresiasi adalah kenaikan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Krugman et.al , 2012) dalam Nizar (2012).
Nizar (2012) mengungkapkan naik-turunnya harga valuta asing yang sekaligus menandai  turun-naiknya nilai Rupiah akan sangat ditentukan oleh perimbangan kebutuhan (permintaan) dengan ketersediaan valuta asing. Apabila permintaan valuta asing lebih besar dari penawarannya (excess demand), maka harga valuta asing akan naik. Artinya, dari sudut pandang nilai tukar Rupiah mata uang asing menjadi lebih mahal sehingga jumlah Rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan valuta asing menjadi lebih besar. Kondisi ini merepresentasikan nilai tukar Rupiah yang melemah (depresiasi). Sebaliknya, apabila penawaran valuta asing lebih besar dari permintaannya (excess supply) maka harga valuta asing akan turun. Artinya, dari sudut pandang nilai tukar Rupiah mata uang asing menjadi lebih murah sehingga jumlah Rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan valuta asing menjadi lebih sedikit. Dalam kondisi seperti ini nilai tukar Rupiah  dikatakan mengalami penguatan (apresiasi).
Kekuatan nilai tukar mata uang akan berdampak terhadap pasar modal dan sektor riil di negara tersebut (Nurrohim 2013). Kurs juga merupakan salah satu elemen penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi  neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi lainnya (Muchlas dan Alamsyah, 2015). Kurs mata uang  juga penting  dalam mengendalikan aliran modal asing (foreign capital flow) di seluruh dunia yang setiap harinya melaksanakan kegiatan perdagangan internasional (Kelen dan Pakereng, 2009).

Perkembangan  Sistem  Nilai  Tukar  di Indonesia
Sejak 1970-an hingga saat ini Indonesia telah mengalami tiga kali perubahan rezim nilai tukar yang masing-masingnya memiliki dampak tersendiri terhadap perekonomian. Ketiga rezim tersebut adalah: i) Sistem kurs tetap (1970-1978), ii) Sistem Mengambang Terkendali (1978-Juli 1997), dan iii) Sistem kurs mengambang bebas (14 Agustus 1997-sekarang).
Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang penuh atau bebas (freely floating system). Dalam sistem tersebut, pergerakan nilai tukar cenderung fluktuatif dan semakin sulit diprediksi. pemerintah tidak lagi berkewajiban untuk melakukan intervensi dengan cara menjual ataupun membeli Dollar di pasar valuta asing.  Rupiah dibiarkan melakukan penyesuaian melalui mekanisme pasar, sehingga cadangan dapat dihemat untuk pembiayaan lebih panjang lagi (Sartono 2001)  dalam  (Kelen dan Pakereng, 2009). Pergerakan nilai tukar lebih dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, tanpa ada lagi intervensi otoritas moneter.
Ada beberapa keunggulan sistem kurs bebas, antara lain sebagai berikut:
1.            Pemerintah tidak perlu menyediakan cadangan devisa untuk mengendalikan pasar.
2.            Tidak ada pasar gelap seperti yang terjadi pada sistem kurs tetap.
3.            Kurs yang berlaku adalah kurs keseimbangan.
4.            Pengaturan Zona-Target (Target Zone Arrangement).
Meskipun dengan beberapa keunggulan diatas, dari 14 Agustus 1997 hingga sekarang, nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi dalam jangka pendek dan cenderung melemah dalam jangka panjang.

Faktor-Faktor Fluktuasi Nilai Rupiah
Nilai tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi fihak luar negeri. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi fihak luar negeri (Sukirno, 1981:297 dalam Triyono 2008). Dikarenakan Indonesia menggunakan freely floating system, nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran pada pasar valuta asing. Banyak faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi berubahnya nilai tukar suatu mata uang. Tetapi ada pula faktor-faktor non-ekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai mata uang.

A.    Pertahanan dan Keamanan
Kondisi pertahanan dan keamanan negara adalah salah satu faktor non-ekonomi yang juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Pada hari Jum’at tanggal 17 Juli tahun 2009 terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Pengeboman ini menelan 9 orang korban jiwa dan lebih dari 150 orang korban luka. Ditahun yang sama Kellen dan Pakereng melakukan penelitian mengenai pergerakan nilai rupiah pasca tragedi bom JW MARRIOT dan RITZ CARLTON di Jakarta. Terbukti bahwa bahwa satu bulan pasca pengeboman menunjukkan kecenderungan penurunan (depresiasi) mata uang Rupiah Indonesia terhadap mata Uang Dollar Australia.

B.     Pariwisata
Nilai Tukar Rupiah juga dipengaruhi oleh kondisi pariwisata negara suatu negara. Devisa pariwisata (tourism receipts) dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional dianggap sebagai aliran devisa, yang pencatatannya dilakukan pada neraca transaksi berjalan (current accounts) di dalam neraca pembayaran (balance of payments). Adanya arus masuk wisatawan asing  (inbound)  ke dalam suatu negara menyebabkan tambahan devisa dari pariwisata, yang pada gilirannya menambah cadangan devisa (foreign reserves) secara keseluruhan.
Pengaruh perubahan devisa pariwisata terhadap nilai tukar mata uang biasanya dapat dilihat  melalui pengaruhnya terhadap  ketersediaan devisa (valuta asing)  dalam suatu perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi arus masuk wisatawan ke dalam suatu negara, akan menyebabkan penambahan cadangan devisa, yang pada gilirannya menambah ketersediaan (penawaran) valuta asing. Sebaliknya, apabila terjadi arus keluar wisatawan dari suatu negara maka akan mengurangi cadangan devisa. Apabila penawaran valuta asing lebih besar dari permintaannya (excess supply), maka harga valuta asing  (nilai tukar) akan turun dan sebaliknya apabila permintaan valuta asing lebih besar (excess demand), maka harga valuta asing akan naik. Dapat disimpulkan peningkatan jumlah devisa pariwisata dan jumlah turis akan mendorong apresiasi (penguatan) nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) (Nizar 2012).

C.     Inflasi
Dari segi faktor ekonomi Inflasi adalah faktor yang paling sering disebut dapat mengakibatkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus (Agustina dan Renny, 2014). Inflasi  dan  pertumbuhan ekonomi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan (Kelen dan Pakereng 2009).
Muchlas dan Alamsyah (2015) menguji berpengaruhnya inflasi terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika, menyimpulkan bahwa Berpengaruhnya inflasi terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika karena Inflasi yang meningkat  secara  mendadak, juga memungkinkan tereduksinya kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan, sehingga akan mengurangi supply terhadap valuta asing di dalam negerinya.
Triyono (2008) juga mengemukakan bahwa Inflasi dari hasil analisis jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Sedangkan dari hasil perhitungan jangka panjang inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Santosa (2008) bahwa inflasi merupakan suatu kondisi dimana harga-harga barang secara keseluruhan meningkat secara umum dan berlangsung terus-menerus. Dalam teori kuantitas (Irving Fisher), inflasi disebabkan karena kenaikan jumlah uang beredar, kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri (relatif terhadap stok uang luar negeri) akan meyebabkan kelebihan penawaran uang (exess supply). Dalam masa krisis ekonomi, hal tersebut menyebabkan kenaikan permintaan mata uang asing (US Dollar) untuk mengamankan likuiditasnya atau untuk mendapatkan keuntungan. Dampak selanjutnya yang terjadi adalah penurunan mata uang dalam negeri (depresiasi).
Inflasi berpengaruh signifikan terhadap kurs dengan arah positif atau searah terhadap kurs Indonesia. Peningkatan dalam inflasi akan menyebabkan peningkatan dalam kurs atau terdepresiasi. Hai ini karena, inflasi yang tinggimenyebabkan ketidakpastian ekonomi sehingga investor cenderung melarikan uangnya ke luar negeri (Oktavia et.al 2013).

D.    Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar merupakan faktor ekonomi lainnya yang menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Jumlah uang yang beredar adalah uang dalam arti sempit yang terjadi dari uang kartal dan uang giral yang dipegang oleh masyarakat.
Pada pengembangan konsep teori kuantitas uang, jumlah uang beredar (money supply)  memegang  peran  penting  dalam perekonomian suatu negara. Berlebihannya jumlah beredar dalam perekonomian suatu negara akan dapat memberikan tekanan pada nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang asing (Atmadja, 2002:71) dalam Muchlas dan Alamsyah (2015). Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah  uang  beredar  akan  mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun.
Triyono (2008) mengungkapkan bahwa jumlah uang beredar mempengaruhi pergerakan kurs. Jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang searah dengan pergerakan nilai tukar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya semakin banyak jumlah uang yang beredar di dalam negeri maka ceteris paribus, nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika akan melemah (depresiasi) dalam Djulius dan Nurdiansyah, (2014). Jumlah Uang Beredar terhadap pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika karena peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang.
 Hal yang sama dipaparkan oleh Oktavia et.al (2013) bahwa Apabila jumlah uang beredar meningkat maka kurs akan naik begitu juga sebaliknya, apabila jumlah uang beredar menurun maka kurs juga akan turun. Jika pemerintah menambah  uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar yang pada gilirannya kurs akan terdepresiasi.

E.     Tingkat Suku Bunga
Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Suku bunga dapat dikelompokan menjadi suku bunga tetap dan suku bunga mengambang. Suku bunga tetap adalah suku bunga pinjaman tersebut tidak berubah sepanjang masa kredit, sedangkan suku bunga mengambang adalah suku bunga yang berubah-ubah selama masa kredit berlangsung dengan mengikuti suatu kurs referensi tertentu
Hasil penelitian Muchlas dan Alamsyah (2015) menunjukkan adanya pengaruh suku bunga dengan pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika, dengan pengaruh yang positif. Artinya setiap kenaikan tingkat suku bunga bank di Indonesia akan meningkatkan pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika. Kenaikan tingkat suku bunga di dalam negeri dalam jangka pendek dapat menyebabkan aliran modal masuk dengan disertai dengan apresiasi mata uang rupiah (Djulius dan Nurdiansyah, 2014).
Peningkatan dalam suku bunga  domestik akan menyebabkan penurunan dalam kurs atau terapresiasi. Sebaliknya, penurunan selisih suku bunga menyebabkan kurs terdepresiasi. Hal  ini dikarenakan apabila suku bunga domestik mengalami penurunan, berarti menyimpan uang memberikan imbalan yang yang kecil di Indonesia (Oktavia et.al 2013).

F.      Balance of Payment / BOP
BOP (Balance of Payment) / Neraca pembayaran merupakan posisi neraca pembayaran internasional indonesia. Posisi BOP akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. BOP mempengaruhi  perubahan  pergerakan  rupiah terhadap dollar Amerika, dengan pengaruh negatif. Artinya setiap kenaikan BOP akan menurunkan pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika.
Berpengaruhnya BOP dengan pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika karena berkurangnya BOP mendorong pemerintah untuk meningkatkan impor ke luar negeri, sehingga aliran valuta asing yang masuk netto akan bertambah dan mengakibatkan terjadinya apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing (Muchlas dan Alamsyah, 2015). Secara terperinci Machpudin (2013) menganalisis pengaruh neraca pembayaran (current account dan capital account) terhadap nilai tukar rupiah. Pertumbuhan current account, capital account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi.

G.    Impor
Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Triyono (2008) memaparkan hasil analisis jangka pendek variabel impor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. Sedangkan dari perhitungan jangka panjang variabel impor berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. semakin tinggi nilai impor maka, nilai tukar rupiah semakin melemah.
Sesuai dengan ekspektasinya kenaikan impor tentu akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan valas untuk pembayarannya sehingga keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap valas di dalam negeri akan berubah yang akhirnya berdampak pada semakin melemahnya nilai rupiah (Djulius dan Nurdiansyah 2014).    
Meningkatnya impor oleh negara terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar valuta asing (Muchlas dan Alamsyah, 2015).
Dampak Fluktuasi Nilai Rupiah
Terjadinya fluktuasi nilai tukar memiliki dampak yang panjang. Dampak paling signifikan terlihat pada sektor ekspor. Nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia (Ginting, 2013). Hal ini menunjukkan semakin kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan semakin menurunnya ekspor Indonesia, dalam jangka pendek nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Penelitian lebih spesifik dilakukan oleh Angkouw (2013) membahas tentang perubahan nilai rupiah terhadap ekspor minyak kelapa kasar(CCO). Ditemukan bahwa nilai tukar rupiah memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap ekspor komoditi minyak kelapa kasar (CCO).
Hal lain yang terkena dampak dari fluktuasi nilai rupaih adalah Cadangan Devisa. Jika nilai tukar rupiah menguat didukung dengan kondisi ekonomi stabil maka cadangan devisa Indonesia juga akan meningkat, hal tersebut dikarenakan adanya dorongan minat investor yang tertarik untuk melakukan  investasi di pasar keuangan domestik yang akan mengakibatkan surplus pada neraca transaksi berjalan sehingga cadangan devisa juga akan meningkat (Agustina dan Reny, 2014).
Dampak lain dari fluktuasi nilai rupiah adalah pada perusahaan yang menggunakan bahan baku dari luar negeri. Dampak dari fluktuasi nilai tukar mata uang asing terhadap Rupiah apabila terjadi depresiasi nilai tukar maka akan mengakibatkan semakin tingginya harga material yang di impor dari luar negeri (Aji dan Pribadi, 2012).
Fluktuasi mata uang juga memiliki dampak pada Indeks Harga Saham. Nilai tukar atau kurs memilki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham (Mardiyati dan Rosalina 2013). Hal ini menyebabkan investor beralih ke pasar uang karena  return  keuntungan yang diperoleh di pasar uang lebih besar daripada di pasar modal yang pada akhirnya menurunkan indeks harga saham yang terdapat pada bursa. Penelitian lebih spesifik mengenai IHSG,  Nurrohim (2013) berpendapat bahwa dengan adanya hubungan searah nilai tukar terhadap inflasi dan IHSG maka pertumbuhan nilai tukar rupiah dapat dijadikan otoritas moneter untuk mengendalikan inflasi dan menjaga IHSG. Wibowo (2012) juga meneliti mengenai perubahan nilai tukar terhadap IHSG kemudian menyimpulkan bahwa setiap peningkatan poin nilai tukar rupiah, maka akan mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Meningkat.
Kesimpulan dan Keterbatasan
            Dari pemaparan diatas  bisa kita simpulkan bahwa meskipun faktor ekonomi mendominasi fluktuasi nilai tukar, tetapi ada faktor non-ekonomi yang dapat menyebabkan fluktuasi pada nilai tukar mata uang. Dengan sistem Freely Floating System yang diterapkan di Indonesia, membuat nilai tukar mata uang Rupiah berfluktuasi sesuai dengan permintaan dan penawaran dimana pihak pemerintah tidak bisa berintervensi terhadap nilai tukar rupiah.
            Faktor-Faktor yang menyebabkan nilai tukar berfluktuasi didominasi oleh kondisi perekonomian negara secara makro. Makro ekonomi negara Indonesia akan secara langsung berpengaruh karena setiap pergerakannya menggunakan mata uang Rupiah.
            Faktor Inflasi dinilai sebagai faktor paling signifikan yang dapat mengakibatkan nilai mata uang berfluktuasi. Inflasi berhubungan langsung karena dengan meningkatnya harga secara periodik, menggambarkan nilai mata uang yang semakin turun.
            Banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat mengakibatkan nilai mata uang turun, karena apabila masyarakat mempunyai jumlah uang yang beredar banyak, maka nilai mata uang akan turun dan dapat menurunkan nilai tukar mata uang terhadap mata uang lain.
            Tingkat suku bunga juga memiliki pengaruh terhadap pergerakan nilai mata uang. Semakin tinggi suku bunga maka semakin tinggi juga imbalan sewa yang diterima, maka dengan menaikkan tingkat suku bunga dapat menarik perhatian aliran modal asing.
             BOP juga dinilai memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah dikarenakan semakin meningkatnya BOP O Indonesia, maka nilai mata uang Rupiah akan terapresiasi.
            Impor berpengaruh secara langsung terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Dikarenakan Impor langsung mempengaruhi penawaran dan permintaan valuta asing terhadap Rupiah. Semakin tinggi Impor suatu negara maka nilai mata uang negara tersebut akan semakin turun.
Faktor non-ekonomi ada dua, yang pertama kondisi pertahanan dan keamanan dan kondisi pariwisata. Telah terbukti bahwa tingkat keamanan suatu negara akan menimbulkan rasa percaya terhadap negara tersebut, yang secara jangka panjang dapat terjadi suatu kerja sama. Mengenai kondisi pariwisata suatu negara juga terbukti berpengaruh terhadap pergerakan mata uang. Dikarenakan wisatawan dari mancanegara secara langsung menukarkan valas mereka dengan rupiah. Apabila Indonesia bisa memaksimalkan pariwisata yang ada, maka uang asing yang masuk juga akan semakin banyak.
Dampak dari fluktuasi mata uang asing bermacam-macam. Mata uang rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika Serikat secara jangka panjang mengalami penurunan. Oleh sebab itu, dampak yang didapat dari fluktuasi mata uang Rupiah mayoritas bersifat negatif. Pemerintah diharapkan melaukan upaya-upaya agar dapat memperkuat dan mempertahankan nilai rupiah.
Masih banyak keterbatasan dalam penulisan ini, diantaranya keterbatasan referensi terbaru dan sedikitnya variabel yang digunakan. Untuk penulisan selanjutnya agar bisa menambahkan variabel non-ekonomi, dan menggunakan sumber atau referensi yang terbaru.


















Daftar Pustaka
Agustina, Reny. 2014. Pengaruh Ekspor, Impor, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Cadangan Devisa Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil Volume 4, Nomor 02, Oktober 2014
Aji, Tito Bramantyo dan Pribadi, Triwilaswandio W. 2012. Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Asing-Rupiah Pada Pembangunan Kapal Baru. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271
Angkouw, Junaedy. 2013. Perubahan Nilai Tukar Rupiah Pengaruhnya Terhadap Ekspor Minyak Kelapa Kasar (Cco) Di Sulawesi Utara. Jurnal EMBA Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 981-990
Djulius, Horas dan Nurdiansyah, Yudi. 2014. Keseimbangan Jangka Pendek dan Jangka Panjang Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Trikonomika Vol. 13, No. 1, Juni 2014
Ginting, Ari Mulianta. 2013. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.1, JULI 2013
Kelen, Lusianus Heronimus Sinyo dan Pakereng, Yulita Milla.  2009. Analisis  Pergerakan Nilai Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Dan Dolar Australia Pasca Tragedi Ledakan Bom Hotel Jw Marriot Dan Ritz Carlton Di Jakart. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. XV No.2 September 2009: 147-167
Machpudin, Asep 2013 Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 1 No.3 Juli – September 2013
Maharani, Desak Putu Putri dan Setiawina, N. Djinar. 2014. Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika Serikat Dan Indeks Rca Terhadap Volume Ekspor Udang Segar (Hs92-030623) Indonesia Ke Beberapa Negara Periode 1999 – 2012. E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA Vol. 3, No. 1, Januari 2014
Mardiyati, Umi dan Rosalina, Ayi. 2013. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI)│Vol. 4, No. 1, 2013
Muchlas, Zainul dan Alamsyah, Agus Rahman. 2015. Faktor-Faktor  Yang  Mempengaruhi  Kurs  Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis (2000-2010). Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 76 – 86
Nizar, Muhammad Afdi. 2012. The Effect Of Tourism On Rupiah Exchange Rates. MPRA Paper No. 65629, posted 21. July 2015 04:27 UTC
Nurrohim, Muh. 2013. Analisis  Kausalitas Volatilitas Nilai Tukar Mata Uang Dengan Kinerja Sektor Keuangan Dan Sektor Rill. Economics Development Analysis Journal 2 (4) (2013) ISSN 2252-6889
Oktavia, Adek Laksmi dkk. 2013. Analisis Kurs Dan Money Supplydi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No. 02
Santosa, Agus Budi . 2008. Kemampuan Inflasi Padamodel Purchasing Power Parity Dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2008, Hal. 39 - 53 ISSN: 1412-3126
Triyono 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal. 156 – 167
Wibowo, Satrio. 2012. Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Indeks Saham Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 14, No. 2, Agustus 2012, hlm 117-130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar