TINGKAT
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
DAN MALAYSIA
Disusun Oleh:
MAR’ATUSH SHOLIHAH
B200120430 / B
A.
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Secara umum corporate
social responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang
dilakukan oleh perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis
dan memenuhi seluruh aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan baik demi
pembangunan yang berkelanjutan (Wibisono, 2007).
Ahmad (2002) dalam
Fitria dan Hartanti (2010) menjelaskan bahwa lembaga yang menjalankan bisnisnya
berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar Al-quran
dan sunnah, sehingga hal ini menjadikan dasar bagi pelakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dusuki dan Dar (2005) menyatakan
bahwa pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat relevan untuk
dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu, perbankan syariah berlandaskan
syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan tanggung jawab sosial
dan adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah dan khalifah.
>
Sejauh ini
pengukuran CSR disclosure pada perbankan syariah masih mengacu kepada Global
Reporting Initiative Index (Indeks GRI) (Haniffa 2002). Pengukuran
tersebut tentunya kurang tepat karena Indeks GRI belum menggambarkan
prinsip-prinsip Islam seperti belum mengungkapkan terbebasnya dari unsur riba, gharar,
dan transaksi-transaksi yang diharamkan oleh Islam. Berbeda dengan Islamic
Social Reporting Index (ISR) yang saat ini sedang marak diperbincangkan di
dunia. Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanakaan tanggungjawab sosial
perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut
oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh
suatu entitas Islam (Othman et al, 2009). Di dalam indeks ISR telah
diungkapkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti zakat,
status kepatuhan syariah (sharia compliance) dan transaksi yang sudah terbebas
dari unsur riba dan gharar serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh,
waqof, qordul hasan, sampai dengan pengungkapan peribadahan di lingkungan
perusahaan.
Pemerintah di negara-negara berpopulasi
Muslim seperti Malaysia dan Indonesia serta institusi-institusi regulator
internasional seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) secara terus menerus menyuarakan dan
mengupayakan adanya pengembangan dan adopsi format pelaporan semacam laporan
CSR untuk diformulasikan bagi lembaga-lembaga keuangan Syariah (Sharani, 2004;
Yunus, 2004). Oleh karena itu baik Indonesia maupun Malaysia berusaha untuk
menyeragamkan format pelaporan CSR sesuai dengan kaidah Islam melalui institusi
AAOIFI.
B.
PEMBAHASAN
a.
Coprporate
Social Responsibility (CSR)
Menurut Suharto (2006), konsep CSR
sebagai sebuah tanggungjawab sosial perusahaan kini semakin diterima dengan luas.
Walaupun ada beberapapihak yang menganggapnya masih kontroversial, dimana
mereka berargumen bahwa perusahaan sebagai pencari laba telah membayar sejumlah
uang berupa pajak kepada negara untuk disalurkan kepada publik dalam rangka
peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, sudah bukan saatnya perusahaan
hanyamemikirkan keuntungan finansial semata, tetapi juga harus memperhatikan
hak dan kepentingan publik, khususnya yang berada disekitar perusahaan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya
pelaksanaan CSR dalam konteks islam, maka semakin meningkat pula keinginan
untuk membuat pelaporan sosial yang bersifat syariah (Islamic Social
Responsibility atau ISR). Ada dua hal yang harus diungkapkan dalam
perspektif Islam, yaitu pengungkapan penuh (full disclosure) dan
akuntabilitas sosial (socialaccountability). Perkembangan pesat dari
perbankan syariah di Indonesia membuat pemerintah perlu mengeluarkan regulasi
mengenai CSR khusus bagi perbankan syariah. Regulasi tersebut adalah UU No. 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah.
b.
Bank syariah di
Indonesia
Pendirian bank syariah di Indonesia
diawali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di
Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam.
Pendirian bank syariah diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang
kemudian membentuk tim kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia
sehingga berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) padatanggal 1 November
1991 dan memulai kegiatan operasinya pada tanggal 1 Mei 1992.
Bank Muamalat Indonesia (BMI)
merupakan bank syariah pertama yang didirikan di Indonesia, walaupun
perkembangannya agak lambat apabila dibandingkan dengan negara lainnya. Apabila
pada periode 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada tahun 1999 mulai
didirikan Bank Syariah Mandiri dan memulai operasi pada tanggal 1 November
1999. Sedangkan pada tahun 2005 hingga saat ini, julah bank sayariah di
Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan minat masyarakat
terhadap lembaga keuangan yang berdasarkan pada prinsip syariah semakin
meningkat sehingga dapat memacu tumbuhnya lembaga keuangan syariah.
c.
Bank syariah di
Malaysia
Malaysia telah menjadi suatu kekuatan Asia
Tenggara di industri keuangan syariah global. Perbankan syariah Malaysia yang
telah berjalan beberapa dekade terus berevolusi dengan tujuan memenuhi
kebutuhan industri global. Inovasi produk juga menjadi isu penting dalam
perbankan syariah Malaysia.
Head Product Management Maybank Islamic, Nor
Shahrizan Sulaiman, memaparkan perkembangan produk bank syariah di Malaysia
dilakukan secara bertahap sejak negara itu mulai menumbuhkembangkan industri
keuangan nonribawi. Tahap pertama industri keuangan syariah Malaysia dimulai
pada 1983 hingga 1992 dengan menggarap niche market. Produk-produk keuangan
industri yang berusia balita ini masih merupakan alternatif dari produk
konvensional serta masih menggarap pasar utama. Fokus produk pun hanya terbatas
pada hubungan bank syariah dengan nasabah. Produk-produk di tahap awal juga
masih sederhana, seperti produk dengan akad qardhul hassan, musyarakah, bai’ bithaman ajil.
Di tahap kedua industri bank syariah Malaysia
mulai menjangkau ke pasar yang lebih luas dengan menyediakan produk lebih
beragam kepada nasabah. Tahap perkembangan yang berlangsung 1992-2002 ini
Malaysia mulai memiliki instrumen antarbank dan masuk ke pasar sekunder. Fokus
produknya pun meluas tidak hanya ke nasabah tapi juga antar bank syariah.
Shahrizan menyebutkan produk di masa ini seperti zero coupon islamic bond,
sukuk istishna, dan murabahah commodity product.
Tahap ketiga industri keuangan syariah Malaysia
yang berlangsung mulai 2002 hingga kini pun mulai masuk ke karakteristik pasar
global. Dengan melangkah ke tahap yang lebih sophisticated, kebutuhannya
menjadi lebih kompleks, seperti instrumen manajemen likuiditas dan alat lindung
nilai. Produk-produk seperti sukuk pemerintah, sekuritisasi aset keuangan serta
islamic derivatives pun muncul. Langkah itu dilakukan untuk
memperkenalkan instrumen keuangan syariah ke dunia. “Fokus produk juga tidak
hanya antarbank dan kepada nasabah, tapi juga antara bank dengan pemerintah,”
ujar Shahrizan. Di tahap ini islamic profit rate swap, islamic cross
currency swap dan islamic forward rate agreement juga mulai
diperkenalkan.
Untuk mencapai inovasi produk secara utuh
harmonisasi seluruh pemangku kepentingan juga menjadi faktor yang perlu
diperhitungkan. Program sosialisasi pun menjadi penting untuk memastikan
penerimaan oleh masyarakat luas.
Dengan semakin berkembangnya industri keuangan
syariah di Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia, Shahrizan tak menampik
terbukanya peluang kerja sama lintas batas. Peluang kerja sama tersebut bisa
berupa transaksi komersial lintas batas, maupun kolaborasi antara regulator
demi menciptakan harmonisasi peraturan dan iklim keuangan yang kondusif.
Sementara, General Manager Bank Islam
Malaysia, Dato’ Wan Ismail Wan Yusoh, mengatakan prinsip pengembangan produk
selalu berputar pada riset dan pengembangan, pengujian, serta analisis bisnis
dan peluangnya. Beranjak dari produk dengan akad-akad ‘tradisional’ yang sering
dipakai lembaga keuangan syariah seperti murabahah, ijarah, mudharabah dan
musyarakah, produk-produk keuangan syariah kini berkembang dengan berbagai
macam akad. Ismail menyebutkan inovasi produk perbankan ritel seperti pembelian
kendaraan dengan akad ijarah thumma al bai, maupun pembiayaan pemilikan rumah
dengan musyarakah mutanaqisah maupun ijarah muntahiya bittamlik.
Ismail
menuturkan ketatnya industri keuangan syariah membuat lembaga-lembaga didalamnya
harus terus melakukan inovasi agar tetap berada dalam jalur mainstream. “Produk
juga harus terus dikembangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal,
tetapi juga mampu penetrasi ke industri global,”.
d.
Penerapan CSR
di Indonesia dan Malaysia
Bank
syariah yang beroperasi diwilayah yang berbeda-beda memiliki lingkungan dan
peraturan yang berbeda pula. Industri perbankan syariah di Malaysia telah
berkembang lebih dahulu jauh sebelum industri perbankan syariah di Indonesia.
Peraturan mengenai perbankan syariah di Malaysia pertama kali muncul pada tahun
1983, dan pada tahun yang sama bank syariah di Malaysia berdiri. Sedangkan di
Indonesia, pada tahun 1992 pemerintah baru menerbitkan undang-undang perbankan
yang berisi mengenai perbankan dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama
bank syariah pertama di Indonesia yakni Bank Muamalat Indonesia didirikan.
Perkembangan bank syariah di Malaysia mampu mengungguli perkembangan bank
syariah di Indonesia. Hal tersebut dipengaruhi oleh sejarah industri perbankan
syariah di Malaysia yang telah lebih dulu berkembang jauh sebelum perbankan
syariah di Indonesia. Sehingga industri perbankan syariah di Malaysia dikatakan
lebih mampu dan lebih paham dalam mengelola industri itu sendiri.
Berdasarkan
data padatabel diatas , kinerja sosial perbankan syariah di Malaysia
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi daripada kinerja sosial perbankan syariah
di Indonesia. Namun secara statistik perbedaan tersebut tidak bernilai
signifikan. Alasan yang mungkin menjelaskan adalah adanya hubungan bisnis dan
studi yang erat antarperbankan syariah dimasing-masing negara. Sehingga baik
praktik bisnis dan praktik sosial perbankan syariah di kedua negara tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti, atau bisa dikatakan seragam
Secara
keseluruhan kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia, baik di
ukur dengan indeks ISR maupun indeks GRI, semua bank syariah tidak satupun yang
melaksanakan aktivitas sosialnya secara sempurna (100%). Hal ini disebabkan
oleh dua faktor , yakni yang pertama dikarenakan bank syariah memang tidak
melaksanakan aktivitas sosial yang sebenarnya mereka mampu untuk
melaksanakannya seperti melaporkan aktivitas ghara dan nasabah-nasabah yang
bermasalah dengan bank syariah (untuk pendekatan indeks ISR). Dalam kasus ini ,
hampir semua bank syariah di Indonesia tidak melaporkannya. Kedua, dipengaruhi
oleh adanya item-item pengukuran dengan model indeks ISR dan model indeks GRI
yang memang bank tidak melaksanakan aktivitas itu, seperti bantuan untuk
aktivitas politik, audit lingkungan terkait limbah,memproduksi komoditas alami
(green product), indikator kinerja lingkungan, aspek energi dn air, serta aspek
keragaman hayati. Keberadaan item-item tersebut dikarenakan indeks ISR dan
indeks GRI tidak hanyadiperuntukkan bagi perbankan syariah , tetapi juga bagi
perusahaan baik pertambangan , dagang, jasa, maupun manufaktur.
C. KESIMPULAN
C. KESIMPULAN
a. Secara umum
Perbankan syariah di Malaysia memiliki tingkat kinerja sosial yang lebih tinggi
dibandingkan perbankan syariah yang ada di Indonesia.
b. Masih belum ada
satu pun yang mencapai angka penuh , yakni implementasi dan pengungkapan indeks
ISR dan indeks GRI secara sempurna (100%).
c. Perbankan
syariah perbankan syariah di indonesia memiliki intensi untuk memulai bergeser
dalam cara menjalankan aktivitas sosial dari yang awalnya berdasarkan indeks
GRI menuju indeks ISR yang notabene dirancang untuk unit bisnis syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, Sisca. 2014. Perbedaan
Tingkat Pengungkapan Islamic Social Reporting Perbankan Syariah di
Indonesia dan Malaysia. Artikel Ilmiah Mahasiswa FE Universitas Jember
Khusnul, F. & Prabowo, Y.J.
2013. Analisis Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perbankan Syariah di Indonesia
berdasarkan Islamic Social Reporting Indeks. Jurnal Dinamika Akuntansi
Vol. 5, No.1
Haris, F.P. 2014. Analisi
Pelaksanaan dan Pengungkapan CSR Pada Perbankan Syariah di Indonesia
Berdasarkan Indeks Islamic Social Reporting (ISR). Jurnak Ekonomi
Universitas Brawijaya.
http://mysharing.co/evolusi-produk-bank-syariah-malaysia
Bons Casino Bonus Codes (December 2021)
BalasHapusBons Casino No Deposit Bonus ì œì™•ì¹´ì§€ë…¸ Codes ✓ Try The Best ✓ Latest promotions 우리카지노 ✓ Get a 100% ボンズ カジノ Signup Bonus ✓ 50 Free Spins for ✓ Desktop & Mobile.