Selasa, 19 Januari 2016

TINGKAT PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA


Disusun Oleh:
MAR’ATUSH SHOLIHAH
B200120430 / B

  A.    PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
      Secara umum corporate social responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis dan memenuhi seluruh aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan baik demi pembangunan yang berkelanjutan (Wibisono, 2007).
      Ahmad (2002) dalam Fitria dan Hartanti (2010) menjelaskan bahwa lembaga yang menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar Al-quran dan sunnah, sehingga hal ini menjadikan dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dusuki dan Dar (2005) menyatakan bahwa pada perbankan syariah tang­gung jawab sosial sangat relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu, perbankan syariah berlandaskan syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah dan khalifah.
>
      Sejauh ini pengukuran CSR disclosure pada perbankan syariah masih mengacu kepada Global Reporting Initiative Index (Indeks GRI) (Haniffa 2002). Pengukuran tersebut tentunya kurang tepat karena Indeks GRI belum menggambarkan prinsip-prinsip Islam seperti belum mengungkapkan terbebasnya dari unsur riba, gharar, dan transaksi-transaksi yang diharamkan oleh Islam. Berbeda dengan Islamic Social Reporting Index (ISR) yang saat ini sedang marak diperbin­cangkan di dunia. Indeks ISR merupakan tolak ukur pelak­sanakaan tanggungjawab sosial perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang se­harusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam (Othman et al, 2009). Di dalam indeks ISR telah diungkapkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti zakat, status kepatuhan syariah (sharia compliance) dan transaksi yang sudah terbebas dari unsur riba dan gharar serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh, waqof, qordul hasan, sampai dengan pengungkapan peribadahan di lingkungan perusahaan.
      Pemerintah di negara-negara berpopulasi Muslim seperti Malaysia dan Indonesia serta institusi-institusi regulator internasional seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) secara terus menerus menyuarakan dan mengupayakan adanya pengembangan dan adopsi format pelaporan semacam laporan CSR untuk diformulasikan bagi lembaga-lembaga keuangan Syariah (Sharani, 2004; Yunus, 2004). Oleh karena itu baik Indonesia maupun Malaysia berusaha untuk menyeragamkan format pelaporan CSR sesuai dengan kaidah Islam melalui institusi AAOIFI.

  B.     PEMBAHASAN
a.      Coprporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Suharto (2006), konsep CSR sebagai sebuah tanggungjawab sosial perusahaan kini semakin diterima dengan luas. Walaupun ada beberapapihak yang menganggapnya masih kontroversial, dimana mereka berargumen bahwa perusahaan sebagai pencari laba telah membayar sejumlah uang berupa pajak kepada negara untuk disalurkan kepada publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, sudah bukan saatnya perusahaan hanyamemikirkan keuntungan finansial semata, tetapi juga harus memperhatikan hak dan kepentingan publik, khususnya yang berada disekitar perusahaan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan CSR dalam konteks islam, maka semakin meningkat pula keinginan untuk membuat pelaporan sosial yang bersifat syariah (Islamic Social Responsibility atau ISR). Ada dua hal yang harus diungkapkan dalam perspektif Islam, yaitu pengungkapan penuh (full disclosure) dan akuntabilitas sosial (socialaccountability). Perkembangan pesat dari perbankan syariah di Indonesia membuat pemerintah perlu mengeluarkan regulasi mengenai CSR khusus bagi perbankan syariah. Regulasi tersebut adalah UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.
b.      Bank syariah di Indonesia
Pendirian bank syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam. Pendirian bank syariah diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang kemudian membentuk tim kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sehingga berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) padatanggal 1 November 1991 dan memulai kegiatan operasinya pada tanggal 1 Mei 1992.
Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank syariah pertama yang didirikan di Indonesia, walaupun perkembangannya agak lambat apabila dibandingkan dengan negara lainnya. Apabila pada periode 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada tahun 1999 mulai didirikan Bank Syariah Mandiri dan memulai operasi pada tanggal 1 November 1999. Sedangkan pada tahun 2005 hingga saat ini, julah bank sayariah di Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan minat masyarakat terhadap lembaga keuangan yang berdasarkan pada prinsip syariah semakin meningkat sehingga dapat memacu tumbuhnya lembaga keuangan syariah.
c.       Bank syariah di Malaysia
            Malaysia telah menjadi suatu kekuatan Asia Tenggara di industri keuangan syariah global. Perbankan syariah Malaysia yang telah berjalan beberapa dekade terus berevolusi dengan tujuan memenuhi kebutuhan industri global. Inovasi produk juga menjadi isu penting dalam perbankan syariah Malaysia.
            Head Product Management Maybank Islamic, Nor Shahrizan Sulaiman, memaparkan perkembangan produk bank syariah di Malaysia dilakukan secara bertahap sejak negara itu mulai menumbuhkembangkan industri keuangan nonribawi. Tahap pertama industri keuangan syariah Malaysia dimulai pada 1983 hingga 1992 dengan menggarap niche market. Produk-produk keuangan industri yang berusia balita ini masih merupakan alternatif dari produk konvensional serta masih menggarap pasar utama. Fokus produk pun hanya terbatas pada hubungan bank syariah dengan nasabah. Produk-produk di tahap awal juga masih sederhana, seperti produk dengan akad qardhul hassan, musyarakah, bai’ bithaman ajil.
            Di tahap kedua industri bank syariah Malaysia mulai menjangkau ke pasar yang lebih luas dengan menyediakan produk lebih beragam kepada nasabah. Tahap perkembangan yang berlangsung 1992-2002 ini Malaysia mulai memiliki instrumen antarbank dan masuk ke pasar sekunder. Fokus produknya pun meluas tidak hanya ke nasabah tapi juga antar bank syariah. Shahrizan menyebutkan produk di masa ini seperti zero coupon islamic bond, sukuk istishna, dan murabahah commodity product.
            Tahap ketiga industri keuangan syariah Malaysia yang berlangsung mulai 2002 hingga kini pun mulai masuk ke karakteristik pasar global. Dengan melangkah ke tahap yang lebih sophisticated, kebutuhannya menjadi lebih kompleks, seperti instrumen manajemen likuiditas dan alat lindung nilai. Produk-produk seperti sukuk pemerintah, sekuritisasi aset keuangan serta islamic derivatives pun muncul. Langkah itu dilakukan untuk memperkenalkan instrumen keuangan syariah ke dunia. “Fokus produk juga tidak hanya antarbank dan kepada nasabah, tapi juga antara bank dengan pemerintah,” ujar Shahrizan. Di tahap ini islamic profit rate swap, islamic cross currency swap dan islamic forward rate agreement juga mulai diperkenalkan.
            Untuk mencapai inovasi produk secara utuh harmonisasi seluruh pemangku kepentingan juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Program sosialisasi pun menjadi penting untuk memastikan penerimaan oleh masyarakat luas.
            Dengan semakin berkembangnya industri keuangan syariah di Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia, Shahrizan tak menampik terbukanya peluang kerja sama lintas batas. Peluang kerja sama tersebut bisa berupa transaksi komersial lintas batas, maupun kolaborasi antara regulator demi menciptakan harmonisasi peraturan dan iklim keuangan yang kondusif.
            Sementara, General Manager Bank Islam Malaysia, Dato’ Wan Ismail Wan Yusoh, mengatakan prinsip pengembangan produk selalu berputar pada riset dan pengembangan, pengujian, serta analisis bisnis dan peluangnya. Beranjak dari produk dengan akad-akad ‘tradisional’ yang sering dipakai lembaga keuangan syariah seperti murabahah, ijarah, mudharabah dan musyarakah, produk-produk keuangan syariah kini berkembang dengan berbagai macam akad. Ismail menyebutkan inovasi produk perbankan ritel seperti pembelian kendaraan dengan akad ijarah thumma al bai, maupun pembiayaan pemilikan rumah dengan musyarakah mutanaqisah maupun ijarah muntahiya bittamlik.
            Ismail menuturkan ketatnya industri keuangan syariah membuat lembaga-lembaga didalamnya harus terus melakukan inovasi agar tetap berada dalam jalur mainstream. “Produk juga harus terus dikembangkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga mampu penetrasi ke industri global,”.
d.      Penerapan CSR di Indonesia dan Malaysia
            Bank syariah yang beroperasi diwilayah yang berbeda-beda memiliki lingkungan dan peraturan yang berbeda pula. Industri perbankan syariah di Malaysia telah berkembang lebih dahulu jauh sebelum industri perbankan syariah di Indonesia. Peraturan mengenai perbankan syariah di Malaysia pertama kali muncul pada tahun 1983, dan pada tahun yang sama bank syariah di Malaysia berdiri. Sedangkan di Indonesia, pada tahun 1992 pemerintah baru menerbitkan undang-undang perbankan yang berisi mengenai perbankan dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama bank syariah pertama di Indonesia yakni Bank Muamalat Indonesia didirikan. Perkembangan bank syariah di Malaysia mampu mengungguli perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal tersebut dipengaruhi oleh sejarah industri perbankan syariah di Malaysia yang telah lebih dulu berkembang jauh sebelum perbankan syariah di Indonesia. Sehingga industri perbankan syariah di Malaysia dikatakan lebih mampu dan lebih paham dalam mengelola industri itu sendiri.


           







            Berdasarkan data padatabel diatas , kinerja sosial perbankan syariah di Malaysia menunjukkan tingkat yang lebih tinggi daripada kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia. Namun secara statistik perbedaan tersebut tidak bernilai signifikan. Alasan yang mungkin menjelaskan adalah adanya hubungan bisnis dan studi yang erat antarperbankan syariah dimasing-masing negara. Sehingga baik praktik bisnis dan praktik sosial perbankan syariah di kedua negara tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, atau bisa dikatakan seragam
            Secara keseluruhan kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia, baik di ukur dengan indeks ISR maupun indeks GRI, semua bank syariah tidak satupun yang melaksanakan aktivitas sosialnya secara sempurna (100%). Hal ini disebabkan oleh dua faktor , yakni yang pertama dikarenakan bank syariah memang tidak melaksanakan aktivitas sosial yang sebenarnya mereka mampu untuk melaksanakannya seperti melaporkan aktivitas ghara dan nasabah-nasabah yang bermasalah dengan bank syariah (untuk pendekatan indeks ISR). Dalam kasus ini , hampir semua bank syariah di Indonesia tidak melaporkannya. Kedua, dipengaruhi oleh adanya item-item pengukuran dengan model indeks ISR dan model indeks GRI yang memang bank tidak melaksanakan aktivitas itu, seperti bantuan untuk aktivitas politik, audit lingkungan terkait limbah,memproduksi komoditas alami (green product), indikator kinerja lingkungan, aspek energi dn air, serta aspek keragaman hayati. Keberadaan item-item tersebut dikarenakan indeks ISR dan indeks GRI tidak hanyadiperuntukkan bagi perbankan syariah , tetapi juga bagi perusahaan baik pertambangan , dagang, jasa, maupun manufaktur. 

C. KESIMPULAN
  a. Secara umum Perbankan syariah di Malaysia memiliki tingkat kinerja sosial yang lebih tinggi dibandingkan perbankan syariah yang ada di Indonesia.
  b.   Masih belum ada satu pun yang mencapai angka penuh , yakni implementasi dan pengungkapan indeks ISR dan indeks GRI secara sempurna (100%).
  c. Perbankan syariah perbankan syariah di indonesia memiliki intensi untuk memulai bergeser dalam cara menjalankan aktivitas sosial dari yang awalnya berdasarkan indeks GRI menuju indeks ISR yang notabene dirancang untuk unit bisnis syariah.






DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, Sisca. 2014. Perbedaan Tingkat Pengungkapan Islamic Social Reporting Perbankan Syariah di Indonesia dan Malaysia. Artikel Ilmiah Mahasiswa FE Universitas Jember
Khusnul, F. & Prabowo, Y.J. 2013. Analisis Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan Islamic Social Reporting Indeks. Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 5, No.1
Haris, F.P. 2014. Analisi Pelaksanaan dan Pengungkapan CSR Pada Perbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan Indeks Islamic Social Reporting (ISR). Jurnak Ekonomi Universitas Brawijaya.
            http://mysharing.co/evolusi-produk-bank-syariah-malaysia

1 komentar:

  1. Bons Casino Bonus Codes (December 2021)
    Bons Casino No Deposit Bonus 제왕카지노 Codes ✓ Try The Best ✓ Latest promotions 우리카지노 ✓ Get a 100% ボンズ カジノ Signup Bonus ✓ 50 Free Spins for ✓ Desktop & Mobile.

    BalasHapus